Di tengah semakin meningkatnya kebutuhan energi, Desa Kelapa Bajohom di Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Serdang Bedagai, muncul sebagai contoh inspiratif dalam mengelola sumber daya lokal. Dengan potensi besar di sektor perkebunan, khususnya produksi kelapa, desa ini tidak hanya dikenal sebagai penghasil kelapa santan, tetapi juga menghadapi tantangan limbah perkebunan yang melimpah. Salah satu limbah yang dihasilkan adalah tempurung kelapa, yang sering kali dibiarkan begitu saja tanpa dimanfaatkan. Namun, inisiatif baru-baru ini berhasil mengubah limbah ini menjadi sumber energi yang bernilai ekonomis—briket arang tempurung kelapa.
Limbah tempurung kelapa di Desa Kelapa Bajohom sering kali hanya menjadi pemandangan biasa di sekitar rumah warga, tanpa ada upaya untuk memanfaatkannya. Situasi ini tidak hanya menyebabkan pencemaran lingkungan, tetapi juga kehilangan potensi ekonomi yang besar. Minimnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pengolahan limbah ini menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan limbah tempurung kelapa tidak dimanfaatkan secara optimal.
Namun, melalui program pengabdian kepada masyarakat yang digagas oleh sejumah mahasiswa dari Institut Teknologi Sawit Indonesia (ITSI), situasi ini mulai berubah. Program ini tidak hanya memberikan pengetahuan baru kepada warga desa tentang potensi limbah tempurung kelapa, tetapi juga mengajarkan teknik sederhana untuk mengolahnya menjadi briket arang yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
Pembuatan briket arang dari tempurung kelapa merupakan proses yang relatif mudah dan dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana. Proses ini diawali dengan pembakaran tempurung kelapa menggunakan minyak tanah hingga berubah warna menjadi hitam. Setelah itu, tempurung kelapa yang telah dibakar dihancurkan menggunakan lesung hingga menjadi bubuk halus. Bubuk ini kemudian diayak untuk mendapatkan hasil yang lebih halus dan dicampur dengan bahan perekat yang terbuat dari tepung kanji yang telah dipanaskan. Campuran ini kemudian dicetak menjadi briket dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama dua hingga tiga hari. Proses sederhana ini mampu mengubah limbah yang semula tidak berguna menjadi produk yang memiliki nilai jual dan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif, terutama untuk keperluan rumah tangga.
Program pengabdian ini telah memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat Desa Kelapa Bajohom. Selain mengurangi jumlah limbah tempurung kelapa yang berserakan di halaman rumah, masyarakat juga mendapatkan pengetahuan baru tentang cara pengolahan limbah menjadi produk yang bernilai ekonomis. Tidak hanya itu, briket arang yang dihasilkan juga berpotensi menjadi sumber pendapatan tambahan bagi warga desa jika diproduksi dalam jumlah yang lebih besar.
Dalam jangka panjang, pemanfaatan limbah tempurung kelapa ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi masalah energi di tingkat lokal. Briket arang tempurung kelapa bisa menjadi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang tidak hanya lebih ramah lingkungan, tetapi juga lebih ekonomis dan berkelanjutan.
Meskipun program ini telah berjalan dengan baik, masih ada tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat secara lebih luas tentang pentingnya pengolahan limbah dan pemanfaatan sumber daya lokal. Diperlukan upaya yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang telah diberikan dapat terus dipraktikkan dan ditingkatkan oleh masyarakat.
Ke depannya, diharapkan lebih banyak desa yang dapat mengadopsi program serupa, sehingga pengelolaan limbah perkebunan di Kabupaten Serdang Bedagai dan daerah sekitarnya dapat dilakukan dengan lebih efektif dan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Inisiatif di Desa Kelapa Bajohom ini menunjukkan bahwa dengan pengetahuan dan keterampilan yang tepat, limbah yang sebelumnya dianggap tidak bernilai bisa diubah menjadi sumber daya yang bermanfaat, memberikan harapan baru bagi pengelolaan energi dan pengembangan ekonomi di pedesaan.(Berbagai sumber/Ini Sergai Loh)
Tinggalkan Balasan