Mediacenter

Misteri Kitab Istambur: Peninggalan Kerajaan Malasori yang Berusia 500 Tahun

Serdang Bedagai punya banyak kisah sejarah yang menarik untuk diceritakan. Salah satunya sebuah kisah yang tersembunyi di wilayah Dolok Masihul. Kisah historis ini soal sebuah kitab kuno yang telah bertahan melintasi lima abad dan menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu sebuah kerajaan kecil di Tanah Bertuah Negeri Beradat. Kitab tersebut dikenal dengan nama Kitab Istambur, peninggalan Kerajaan Malasori yang penuh dengan misteri dan cerita tak terungkap.

Kitab Istambur bukanlah kitab biasa. Ditulis dengan aksara Batak, kitab ini dipercaya berisi ramalan tentang masa depan, petunjuk tentang obat-obatan tradisional, penanggalan hari, serta puji-pujian yang ditujukan kepada arwah leluhur. Dengan usia yang diperkirakan mencapai 500 tahun, Kitab Istambur menyimpan banyak rahasia yang hingga kini belum terpecahkan.

Dalam salah satu wawancara beberapa tahun yang lalu, Islamul Ma’arif Purba, yang merupakan generasi keenam dari keturunan Raja Malasori, mengungkapkan jika dirinya menjadi penjaga dari warisan berharga ini. Ia merawat kitab tersebut dengan penuh kehati-hatian. Kitab yang terbuat dari kulit kayu ulim ini ditulis menggunakan pewarna alami dari tumbuhan, dan panjangnya mencapai 8 meter. Gambar-gambar yang menghiasi kitab tersebut, seperti sosok manusia yang merentangkan tangan, matahari, serta berbagai simbol lingkaran dan kotak. Hal itu menambah aura misterius yang menyelimutinya.

Salah satu keajaiban dari Kitab Istambur adalah daya tahannya. Meski telah melewati ratusan tahun, kitab ini tetap utuh tanpa mengalami kerusakan yang berarti. Menurut Islamul, kitab ini diyakini telah digunakan sejak awal pemerintahan Kerajaan Malasori, yang pernah berjaya di wilayah Serdang sekitar abad ke-15.

Kerajaan Malasori mungkin tidak sepopuler kerajaan-kerajaan besar lainnya di Nusantara, tetapi kisahnya tetap menarik untuk disimak. Pusat kerajaan ini dulunya berada di Desa Malasori, Kecamatan Dolok Masihul. Sayangnya, catatan sejarah tentang kerajaan ini sangat minim, dan bahkan nama raja pertama tidak diketahui. Hanya sedikit yang dikenal dari sosok raja kedua yang memerintah sekitar tahun 1600 Masehi, yang disebut sebagai Tuan Perbataan Malasori.

“Tidak ada yang tahu pasti namanya, tapi masyarakat sekitar dulu menyebutnya Tuan Perbataan,” ujar Islamul dengan penuh rasa penasaran. Hingga saat ini, makam Tuan Perbataan masih dapat ditemukan di Pekan Dolok Masihul. Makam ini menjadi salah satu saksi bisu dari masa lalu kerajaan tersebut.

Seiring waktu, Kerajaan Malasori mengalami perubahan signifikan, terutama saat raja ketiga, Tuan Abdurahim, memeluk agama Islam pada abad ke-18. Di bawah kepemimpinannya, kerajaan ini mencapai masa kejayaannya. Pengaruh Islam mulai menggantikan fungsi Kitab Istambur, yang sebelumnya menjadi panduan utama kerajaan dalam menetapkan berbagai aturan.

Generasi keempat kerajaan ini dipimpin oleh Za’alim Purba, yang kemudian dikenal dengan nama Islamnya, Abdul Salam Purba. Ia memerintah pada tahun 1800 Masehi dan membawa kerajaan ke arah yang lebih religius. Namun, setelah wafatnya Tuan H. Hasan Basri Purba pada tahun 1991, tradisi monarki Malasori secara praktis berakhir. Kini keturunan kerajaan Malasori menjalani kehidupan sederhana sebagai masyarakat biasa pada umumnya. Gelar “Tuan” yang seharusnya disandang kini hanya digunakan dalam acara adat Simalungun.

Meskipun demikian, misteri Kitab Istambur tetap menggelitik rasa penasaran banyak pihak. Hingga kini, belum ada ahli Batak yang mampu menerjemahkan tulisan dan simbol-simbol yang tertera dalam kitab tersebut. “Kami sudah mencoba mencari orang Batak Simalungun untuk memecahkan misteri tulisan-tulisan pada Kitab Istambur ini, tapi sampai sekarang belum ada yang bisa menerjemahkannya,” kata Islamul dengan nada penuh penyesalan.

Kitab Istambur, yang dianggap penuh misteri ini, pernah menarik perhatian Rahmat Shah, seorang kolektor benda antik kenamaan Sumut. Ketertarikan Rahmat Shah muncul ketika seorang rekan Islamul mengunggah foto kitab tersebut di media sosial. Namun, meski mendapat tawaran menarik, Islamul menegaskan bahwa ia tidak berniat menjual peninggalan bersejarah tersebut.

“Pemburu benda-benda kuno belum banyak yang tahu tentang keberadaan Kitab Istambur ini. Sementara kitab ini tidak akan diperjualbelikan. Ini bukti sejarah kejayaan Kerajaan Malasori di masa lampau,” tegas Islamul dengan yakin.

Dahulu, rumah warisan kerajaan ini dipenuhi oleh berbagai benda kuno, namun sayangnya, banyak yang hancur ketika rumah tersebut terbakar pada masa kolonial Belanda. Kini, hanya Kitab Istambur yang tersisa sebagai bukti nyata dari kejayaan Kerajaan Malasori yang pernah mengukir sejarah di tanah Sumatera.(Berbagai sumber/Ini Sergai Loh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Latest Posts