Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla berkomitmen melaksanakan reforma agraria, salah satu agenda utama Nawacita. Dalam Perpres Nomor 45 Tahun 2016 pada 16 Mei 2016, tercantum 5 (lima) Program Prioritas terkait Reforma Agraria, yaitu:
- Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria;
- Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria;
- Kepastian Hukum dan Legalisasi Hak atas Tanah Obyek Reforma Agraria;
- Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas Tanah Obyek Reforma Agraria;
- Kelembagaan Pelaksanaan Reforma Agraria Pusat dan Daerah.
Sehubungan dengan itu, Presiden pun berulangkali tegas mengingatkan para Menteri terkait agar merealisasikan pendataan 4 juta hektar lebih tanah negara untuk diberikan kepada rakyat, termasuk program sertifikasi tanah bagi masyarakat yang tidak mampu.
Dalam beberapa kesempatan Presiden juga meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk fokus terhadap, bukan saja menuntaskan program sertifikasi lahan bagi masyarakat tidak mampu, namun juga segera melakukan pendataan dan penataan sekitar 4,9 juta hektar tanah negara yang bisa diberikan kepemilikannya kepadarakyat. Termasuk di dalamnya tanah Hak Guna Usaha yang tidak diperpanjang serta tanah-tanah telantar.
Selain kepada Kementerian Agraria, Presiden juga memerintahkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera melakukan penataan aset 4,8 juta hektar lebih hutan negara agar bisa dikelola masyarakat ekonomi terbawah. “Saya tekankan agar proses penataan dan redistribusi aset ini betul-betul dikawal betul agar tepat sasaran. Serta mampu menyentuh 40% rakyat yang berada di lapisan ekonomi terbawah,” kata Presiden Joko Widodo disampaikan pada rapat terbatas yang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan di Kantor Presiden Jakarta Rabu (22/3/2017).
Reforma agraria adalah salah satu upaya pemerataan dilakukan pemerintah. Lewat reforma agraria, akan terjadi peningkatan produktivitas rakyat, serta mengatasi kesenjangan kepemilikan lahan. Pemerintah RI, melalui kementerian ATR dan KLHK, telah melakukan pendataan 21,7 juta hektare lahan yang siap untuk diredistribusi dan diakses rakyat melalui program Reformasi Agraria dan Perhutanan Sosial.
“Saya mencatat ada 25.863 desa di dalam dan sekitar kawasan hutan di mana 71 persen menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Ada 10,2 juta orang miskin di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki aspek legal terhadap sumber daya hutan,” papar Presiden RI ketujuh ini.
Presiden juga menegaskan bahwa yang mendapatkan hak untuk mengakses program Perhutanan Sosial adalah rakyat, koperasi, kelompok tani dan gapoktan (keluarga kelompok tani). “Karena kita ingin mengkorporasikan petani, mengkorporasikan koperasi. Masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan hutan secara legal masuk kedalam perekonomian formal berbasis sumber daya hutan,” tambah Presiden Jokowi.
Menindaklanjuti perintah Presiden, dibawah koordinasi Menko Perekonomian Darmin Nasution, Kementerian ATR/BPN dan KLHK, telah tersusun sejumlah program dan langkah untuk melaksanakan Reforma Agraria seluas kurang lebih 9 juta hektar dan Perhutanan Sosial seluas 12,7 hektar harus selesai dalam dua tahun ke depan.
Menurut Menko Darmin, reforma agraria nantinya tidak hanya berhenti pada pemberian ijin perhutanan sosial, tapi juga diikuti dengan program-program lanjutan untuk memperkuat kemampuan warga di sekitar kawasan hutan. Antara lain, mulai dari penyiapan sarana dan prasarana produksi, pelatihan dan penyuluhan, akses pada informasi pasar, teknologi, akses pembiayaan dan penyiapan pasca panen. Presiden juga meminta diperhatikan pengembangan aspek bisnis perhutanan sosial yang tidak hanya agro-forestry, tapi juga bisa dikembangkan ke bisnis eko wisata, bisnis agro, bisnis bio energi, bisnis hasil hutan bukan kayu, serta bisnis industri kayu.
Sejak tahun 2005, Kementerian ATR/BPN juga telah melaksanakan sosialisasi Reforma Agraria kepada berbagai pihak, baik di kalangan pemerintahan, akademisi, pegiat agraria dan para pemangku kepentingan lainnya. Dengan perangkat peraturan perundang-undangan pertanahan yang ada, Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) di berbagai daerah telah disosialisasikan dan ditindaklanjuti untuk kepentingan masyarakat, seperti di Badega (Garut), Cianjur, Sukabumi, Kuningan dan Batang (Jawa Tengah). Namun demikian, terhadap target TORA yang berada dalam kewenangan kementerian/lembaga lain, yang juga membutuhkan penetapan tersendiri untuk dapat dijadikan sebagai TORA, dalam hal ini tanah tarnsmigrasi yang belum bersertipikat dan tanah dari pelepasan kawasan hutan, kiranya sosialisasi dan tindaklanjut kegiatan Reforma Agraria baru dapat dilakukan setelah penetapan landasan hukum yang memadai, yang disepakati berupa Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria.
**Dit. Pengolahan dan Penyediaan Informasi, Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo
Tinggalkan Balasan