September, BPK Mulai Audit Dana Desa

PERMINTAAN Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit terhadap dana desa akan terlaksana dalam waktu dekat.

Juru Bicara BPK Yudi Ramdhan mengatakan audit dana desa akan dilakukan pada September mendatang. BPK saat ini tengah melakukan grup diskusi terfokus dengan Kementerian Desa dan PDTT, Kemendagri, BPS, dan Bappenas untuk menyusun mekanisme audit dana desa tersebut. Tujuannya untuk mengidentifikasi seberapa efektif dana desa terhadap kemajuan ekonomi di desa.

“Kita ingin memastikan ada perputaran ekonomi di desa sehingga mendorong desa berkembang dan mandiri,” ujar Yudi kepada Media Indonesia saat dihubungi, Selasa (8/8).

Pemeriksaan dana desa, kata Yudi, tidak akan dilakukan terhadap seluruh desa sebab jumlahnya mencapai 74.000. Pemeriksaan akan dilakukan secara sampling terhadap desa-desa yang berada di daerah yang mempunyai risiko tinggi terhadap penyelewengan.

Sebelumnya Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menyebut tiga daerah yang rawan korupsi dana desa yakni Sumatra Utara, Madura, dan Papua. Tidak hanya daerah yang mempunyai risiko tinggi, audit secara sampling juga dilakukan tersebar di 34 provinsi dengan melibatkan BPK Provinsi.

“Jadi sampling audit berbasis risiko, jadi mana daerah-daerah yang punya potensi risiko yang tinggi. Akan coba kita lakukan serentak dengan libatkan 34 perwakilan BPK di daerah,” jelasnya.

Yudi mengakui audit itu perlu dilakukan, sebab terhadap pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dana desa pada 2016, salah satu temuannya ialah terdapat penggunaan dana desa yang tidak sesuai prioritas dan kurangnya kompetensi pendamping desa.

Namun audit tersebut hanya terhadap Kementerian Desa dan PDTT bukan kepada desa seperti yang akan dilakukan nanti. “Sekarang sedang disiapkan program auditnya dan mudah-mudahan bisa mulai September,” ucapnya.

Dalam FGD tersebut juga tengah dirumuskan laporan keuangan yang sederhana, cepat, tepat, dan sesuai koridor. Sebab dari hasil temuan PDTT 2016, terdapat kelemahan kompetensi aparat desa dalam membuat laporan, sedangkan desain aturannya yang cukup banyak. Sehingga nantinya BPK dalam audit akan merancang penilaian bagaimana pelaporan dan pertanggungjawaban yang lebih sederhana. (dikutip dari Media Indonesia/X-12/Febri)

193 Views

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *